Jumat, 23 November 2012

Kepuasan Kerja

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap individu membutuhkan pemenuhan kebutuhan akan aktualisasi dirinya, dimana salah satu aktualisasi diri itu meliputi kebutuhan untuk bekerja. Dalam melakukan suatu pekerjaan dengan maksimal, individu perlu memiliki suatu kepuasan kerja agar bisa melaksanakan tanggungjawabnya dengan maksimal dalam pekerjaannya itu. Kepuasaan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, dalam arti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan bisa juga tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya.
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya . antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.
Dalam makalah ini kami akan membahas lebih jauh mengenai definisi kepuasan kerja, teori-teori dari kepuasan kerja, dimensi dari kepuasan kerja, cara mengukur tingkat kepuasan kerja, faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja, cara meningkatkan kepuasan kerja, cara mengungkapkan ketidakpuasan kerja dan dampak kepuasan dan ketidakpuasan kerja.







B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi kepuasan kerja?
2.      Apa saja teori-teori dari kepuasan kerja?
3.      Bagaimana dimensi dari kepuasan kerja?
4.      Bagaimana pengukuran terhadap kepuasan kerja?
5.      Faktor-faktor apa saja yang menimbulkan kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja?
6.      Bagaimana cara meningkatkan kepuasan kerja?
7.      Bagaimana cara mengungkapkan ketidakpuasan kerja?
8.      Apa dampak kepuasan dan ketidakpuasan kerja?

C.    Tujuan
1.      Mendeskripsikan definisi kepuasan kerja.
2.      Menjelaskan teori-teori dalam kepuasan kerja.
3.      Memaparkan dimensi kepuasan kerja.
4.      Menjelaskan pengukuran terhadapa kepuasan kerja.
5.      Menjabarkan faktor-fakto yang menimbulkan kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja.
6.      Memaparkan cara meningkatkan kepuasan kerja.
7.      Menjabarkan cara mengungkapkan ketidakpuasan kerja.
8.      Menjelaskan dampak kepuasan dan ketidakpuasan kerja.












BAB 2
PEMBAHASAN

2.1  Definisi Kepuasan Kerja
Ada beberapa definisi menurut para ahli mengenai kepuasan kerja, yaitu :
a.       Cascio (2003), mendefenisikan kepuasan kerja merupakan suatu perasaan yang menyenangkan, yang timbul sebagai akibat dari persepsi karyawan, bahwa dengan menyelesaikan tugas atau dengan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan memiliki nilai yang penting dalam pekerjaan tersebut.
b.      Cranny dkk (1992), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai reaksi afektif (emosional) terhadap pekerjaan yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan karyawan antara hasil atau imbalan aktual yang diterima dengan apa yang diinginkan atau diharapkan karyawan.
c.       Gibson, dkk (1996) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Kepuasan kerja juga merupakan perasaan senang atau tidak senang yang relatif berbeda dari pemikiran objektif dan keinginan perilaku.
d.      Weiss dkk (1967) mengemukakan secara lengkap aspek yang berhubungan dengan kepuasan kerja seseorang, antara lain aktivitas, kemandirian, variasi, nilai-nilai moral, pelayanan sosial, pemanfaatan kemampuan, kemahiran, tanggung jawab, kreativitas, pengakuan, prestasi, status sosial, hubungan dengan atasan, kemampuan teknik atasan, keamanan, otoritas, kebijaksanaan perusahaan, kompensasi, kondisi kerja, dan rekan kerja (dalam Berry, 1998).
e.       Robbins (1998) mengemukakan kepuasan kerja sebagai sikap secara umum dan tingkat perasaan positif seseorang terhadap pekerjaannya, sedangkan Greenberg dan Baron (2000) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaannya.
f.       Menurut Spector (1997) kepuasan kerja merupakan sikap yang merefleksikan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannya secara keseluruhan maupun terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Ini berarti kepuasan kerja adalah seberapa jauh seseorang menyukai atau tidak menyukai pekerjaannya dan berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan seperti rekan kerja, gaji, karakteristik pekerjaan, maupun atasan.
Berdasarkan definisi-definisi kepusan kerja yang dikemukakan di atas oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan internal pekerja mengenai rasa suka (sikap positif) atau tidak suka (sikap negatif) pada sebagian atau seluruh aspek pekerjaan. Aspek pekerjaan tersebut antara lain adalah aktivitas, kemandirian, variasi, nilai-nilai moral, pelayanan sosial, pemanfaatan kemampuan, kemahiran, tanggung jawab, kreativitas, pengakuan, prestasi, status sosial, hubungan dengan atasan, kemampuan teknik  atasan, keamanan, otoritas, kebijaksanaan perusahaan, kompensasi, kondisi kerja, dan rekan kerja. Kepuasan kerja masing-masing orang adalah berbeda, tergantung pada individu itu sendiri, namun pada dasarnya kepuasan kerja bisa terjadi jika kemampuan dan apa yang dilakukan oleh individu sesuai dengan tuntutan kerjanya.

2.2  Teori-Teori Dalam Kepuasan Kerja
Secara umum terdapat empat teori utama yang menjadikan kepuasan kerja sebagai fokus utamanya, antara lain adalah :
a.       Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg Two Factor Theory).
Teori pertama tentang kepuasan kerja adalah teori dua faktor dari Herzberg. Herzberg menjadikan hirarki kebutuhan Maslow sebagai dasar untuk mengembangkan teorinya. Herzberg menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan kerja berbeda. Herzberg (dalam Kreitner dan Kinicki, 1992) mengemukakan teori kebutuhan yang disebutnya sebagai Teori Dua Faktor, karena meyakini bahwa faktor yang berhubungan dengan kerja dapat dibagi dua yaitu motivator dan higiene. Faktor higiene merupakan semua elemen kerja yang berhubungan dengan job context atau sebagai konsekuensi dari kerja itu sendiri. Contoh faktor higiene adalah penghasilan, rekan kerja, kondisi kerja, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, dan pengawasan. Motivator merupakan elemen yang berhubungan dengan job content atau tugas dan kewajiban dari pekerjaan yang dilakukan. Tanggung jawab, rangsangan atau stimulus kerja, pertumbuhan, pengakuan, kemajuan, dan prestasi kerja adalah sebagai motivator.


b.      Teori Faset (Facet Theory).
Teori faset dari Lawler tahun 1973 (dalam Berry 1998) memperluas teori sebelumnya ke dalam perspektif yang lebih kompleks mengenai kepuasan kerja. Model faset meramalkan kepuasan kerja dengan faset-faset pekerjaan yang berbeda. Lawler dalam analisisnya menggunakan hipotesis kesenjangan dan teori keadilan. Menurut Lawler tingkatan kepuasan terhadap faset kerja ditentukan oleh perbandingan antara pengharapan dari yang seharusnya diterima dari faset-faset pekerjaan dan persepsi dari apa yang telah diterima. Kepuasan dihasilkan ketika jumlah yang diterima sama dengan yang diharapkan. Ketidakpuasan dihasilkan ketika individu mendapatkan kurang dari apa yang diharapkan. Lawler menjelaskan bahwa ukuran kesenjangan ini akan menentukan jumlah ketidakpuasan. Ketidakpuasan kerja terjadi ketika individu menerima 1) input individu terlalu tinggi terhadap pekerjaannya, 2) pekerjaan menjadi tuntutan, 3) tingkatan hasil yang diterima rendah, 4) rekan-rekan sekerja memiliki input dan output yang lebih seimbang, 5) rekan sekerja memiliki hasil aktual yang lebih baik.
c.       Teori Proses Informasi Sosial (The Social Information Process Theory).
Teori proses informasi sosial diajukan pertama kali oleh Salancik dan Pfeffer tahun 1977. Pandangan ini berpendapat bahwa kepuasan mirip atau sebanding dengan sikap (attitute) tidak terkait pada fungsi dalam segi-segi objektif dari lingkungan kerja, tetapi berkembang sebagai sebuah respon terhadap isyarat-isyarat sosial yang terdapat di dalam lingkungan kerja (dalam Cooper, 1986). Para psikolog sosial menunjukkan bahwa sikap terjadi dalam kontek sosial dan telah tergambar dalam kelompok. Salancik dan Pfeffer (1977) berpendapat bahwa pengaruh sosial merupakan determinan penting pada kepuasan kerja. Kedua tokoh ini menyatakan bahwa orang tidak dapat membuat bermacam-macam perbandingan untuk semua aspek perbedaan dalam pekerjaan, seperti yang telah diajukan oleh para penganut teori ketidaksesuaian (discrepancy theory). Sebaliknya, mereka mengambil suatu pemikiran pintas. Orang melihat secara sederhana bagaimana pekerjaan-pekerjaan bentuk lain dapat dirasakan. Persepsi tentang pekerjaan yang orang lain lakukan akan mempengaruhi persepsi kita sendiri. Kita menyukai pekerjaan karena kita melihat orang lain menyukai pekerjaan itu. Yaitu ketika seseorang kelihatan menyukai pekerjaannya, kemudian kita ikut menyukainya juga (dalam Berry, 1998).
d.       Teori Proses Berlawanan dari Landy (Landy’s Opponent Process Theory)
 Landy tahun 1977 mengajukan suatu teori proses berlawanan atau Opponent Process Theory. Teori ini menyatakan bahwa penyimpangan atau deviasi perilaku dari kenetralan (hedonic neutrality) berjalan bersama dengan suatu usaha-usaha meniadakan deviasi tersebut. Usaha untuk mengembalikan kedudukan netral ini disebut sebagai keadaan proses berlawanan atau opponent process. Landy meneliti bahwa kepuasan terhadap pekerjaan dapat berubah sesuai waktu, walaupun pekerjaan itu sendiri tidak pernah berubah. Kebanyakan dari kita memiliki pengalaman ketika tidak lagi suka mengerjakan sesuatu walaupun dahulunya menyukainya. Tetapi kelamaan ketika individu tidak diijinkan lagi mengerjakan, ia merasa kehilangan. Menurut Landy dengan teorinya, hal ini terjadi akibat adanya mekanisme internal bagi pengaturan tingkat emosi yang netral. Itu karena kita berusaha mempermainkan emosi kita naik turun (dalam Berry, 1998). Dalam penjelasan tentang hal ini, Landy menggunakan konsep keseimbangan yang tergambar pada neurophysiology (fisiologi saraf) dan dari teori proses berlawanan dari perilaku psikologikal (Solomon dan Corbit, 1973). Proses penyeimbangan ini berkebalikan jika mendapat tindakan lain. Landy mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu pernyataan emosional subjek untuk suatu keterlibatan secara fisik. Keseimbangan emosi adalah suatu sikap netral yang dipengaruhi oleh sebuah proses berkebalikan sebagai serangan balik atas respon emosional terhadap sebuah pekerjaan. Ia mengajukan pendapat bahwa kedua operasi berkebalikan yang berbeda dapat terjadi ketika 1) adanya respon emosi yang tiba-tiba, dan 2) sebagai reaksi kemudian atas berbagai respon emosional terhadap pekerjaan yang terjadi.
Dari beberapa teori kepuasan kerja yang telah dibahas, dapat disimpulkan kepuasan kerja dihasilkan dari interaksi antara karyawan dan lingkungan kerja. Interaksi ini bisa berupa sikap yang berkembang terhadap fungsi objektif dari pekerjaan ataupun sikap terhadap isyarat- isyarat sosial yang terdapat di dalam lingkungan kerja. Sikap terhadap fungsi objektif dari pekerjaan ditunjukan oleh kesesuaian tuntutan perusahaan dan harapan atau kebutuhan karyawan, sedangkan sikap terhadap isyarat sosial yang terdapat dilingkungan kerja merupakan persepsi dan respon emosional terhadap suatu pekerjaan.
2.3  Dimensi Kepuasan Kerja
Luthans (1992) membagi dimensi-dimensi pekerjaan yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu imbalan, pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi, kelompok kerja dan kondisi kerja. Gilmer (1984) menyatakan bahwa ada sepuluh dimensi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja yakni keamanan, kesempatan untuk maju, perusahaan dan manajemen, gaji, aspek intrinsik dari pekerjaan, supervisi, aspek sosial dari pekerjaan, komunikasi, kondisi kerja, dan benefit. Locke dalam Dunnette (1983) membagi tujuh dimensi kerja yang merupakan pengembangan Locke sebelumnya dan mempunyai kontribusi terhadap kepuasan kerja, yaitu:
a. Pekerjaan, termasuk minat intrinsik, variasi tugas, kesempatan belajar, kesulitan kerja, jumlah kerja, kesempatan untuk berhasil, kontrol terhadap langkah-langkah pekerjaan dan metode pekerjaan.
b. Pembayaran, termasuk jumlah pembayaran, keadilan pembayaran, serta cara pembayarannya.
c. Promosi termasuk keadilan mendapatkan promosi dan kesempatan mendapat promosi.
d. Pengakuan termasuk penghargaan terhadap prestasi, kepercayaan atas tugas yang diberikan serta kritik atas tugas yang dikerjakan.
e. Benefit termasuk memperoleh pensiun, mendapat kesehatan, adanya cuti tahunan dan adanya pembayaran pada saat liburan.
f. Kondisi kerja termasuk jam kerja, jam istirahat, peralatan kerja, temperatur di tempat kerja, ventilasi, kelembaban, lokasi serta tata ruang kerja.
g. Supervisi termasuk gaya dan pengaruh supervisi, hubungan manusia dan keterampilan administratif.
h. Rekan kerja termasuk kompetensi, saling membantu, dan keramahan antar rekan kerja.
i. Perusahaan dan manajemen termasuk kebijakan akan perhatian terhadap pekerja baik untuk pembayaran ataupun benefit-benefit.
Sedangkan Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b.Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.
         Dari kesamaan pendapat para ahli yang telah dijelaskan diatas, terlihat ada tujuh dimensi yang sama dipergunakan para ahli tersebut dalam mengungkap dimensi kepuasan kerja yaitu pekerjaan itu sendiri, promosi, gaji, supervisi, rekan kerja, kondisi kerja, serta perusahaan dan manajemen.
2.4  Pengukuran Terhadap Kepuasan Kerja
Beberapa instrumen yang dapat digunakan sebagai Pengukuran kepuasan kerja secara umum menggunakan instrumen kuesioner, sering pula disebut sebagai penelitian tentang sikap terhadap kerja. Terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan instrumen yang telah distandarisasi, yaitu tingkat valitidas dan reliabilitas yang mencukupi karena penyusunannya melalui proses penelitian ilmiah (Berry, 1998). Tiga instrumen kepuasan kerja yang sering dipakai antara lain:
a. The Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). Kuesioner pengukuran kepuasan kerja yang pertama adalah The Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ), yang disusun oleh Weiss dkk tahun 1967. MSQ mengukur dua puluh aspek kepuasan kerja dan merupakan pengukuran yang populer. Keduapuluh aspek tersebut antara lain adalah aktivitas, kemandirian, variasi, nilai-nilai moral, pelayanan sosial, pemanfaatan kemampuan, kemahiran, tanggung jawab, kreativitas, pengakuan, prestasi, status sosial, hubungan dengan atasan, kemampuan teknik atasan, keamanan, otoritas, kebijaksanaan perusahaan, kompensasi, kondisi kerja, dan rekan kerja. MSQ menggunakan pengukuran skala Linkert 5 poin yang bergerak dari tingkat sangat tidak memuaskan sampai dengan sangat memuaskan (dalam Berry, 1998).
b. Job Description Indek (JDI). Ada lima fase dalam JDI, yaitu kepuasan terhadap pekerjaan, imbalan, promosi, atasan, dan rekan kerja. Pengukuran ini memperlihatkan validitas dalam kaitannya dengan pengukuran lain tentang kepuasan kerja dan menunjukkan reliabilitas yang baik (Schneider dan Dachler dalam Berry, 1986). Penggunaan yang cukup luas menimbulkan norma-norma bagi kelompok-kelompok yang berbeda dalam kaitanya dengan usia, jenis kelamin, dan pendidikan responden. Subskala dikumpulkan secara bersama-sama membangun sebuah pengukuran yang menimbulkan pertanyaan tentang sebuah sikap yang terjadi pada pekerjaan, pengawasan, upah, rekan kerja, kesempatan untuk promosi dan pekerjaan tersebut secara umum.
c. The Job Diagnostic Survey (JDS). Hackmen dan Oldham (1975) menyususun The Job Diagnostic Survey (JDS) yang melihat dampak dari karakteristik pekerjaan terhadap karyawan. Pengukuran kepuasan kerja menggunakan JDS menghasilkan kepuasan kerja secara global sekaligus kepuasan kerja faset. JDS memiliki empat fase, yaitu perkembangan gaji, keamanan, sosial, dan atasan. Alat ukur tidak terlepas dari masalah. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan dalam penggunaan skala-skala pengukuran. Locke (dalam Berry, 1998) mengemukakan bahwa semua penelitian mengasumsikan bahwa responden memiliki kesadaran diri yang baik, namun tidak semua responden selalu menyadari perasaan mereka. Hal ini perlu diatasi dengan pemberian instruksi yang efektif dalam penyampaian, sehingga dapat dipahami oleh responden serta mampu menimbulkan kesadaran diri responden. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan landasan teori berupa dimensi kepuasan kerja sebagai kerangka dalam menyusun instrumen kepuasan kerja.

2.5  Faktor-faktor yang Menimbulkan Kepuasan Kerja Dan Ketidakpuasan Kerja
Menurut Baron & Byrne (1994) ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor pertama yaitu faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan perusahaan dan iklim kerja. Faktor kedua yaitu faktor individual atau karakteristik karyawan. Pada faktor individual ada dua prediktor penting terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal.
Pendekatan Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja adalah dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor individunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu gaji, kondisi kerja, mutu pengawasan, teman sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk maju serta faktor individu yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya,nilai-nilai yang dianut dan sifat-sifat kepribadian.
Ghiselli dan Brown mengemukakan adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
a. Kedudukan (posisi). Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
b. Pangkat (golongan). Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya.
c. Umur. Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
d. Jaminan finansial dan jaminan sosial
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
e. Mutu pengawasan. Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging).
Sedangkan Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai berikut :
a.       Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan.
b.      Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
c.       Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.
Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978) menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan ketidakpuasan adalah:
a.    Kebijaksanaan perusahaan
b.   Supervisor
c.    Kondisi kerja
d.   Gaji
Harold E. Burt, mengemukakan pendapat tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut :
a.        Faktor hubungan antar karyawan
b.      Faktor-faktor Individual
c.       Faktor-faktor luar


Pendapat Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
a.       Kesempatan untuk maju
b.      Keamanan kerja
c.        Gaji
d.      Perusahaan dan manajemen
e.       Pengawasan (Supervisi)
f.       Faktor intrinsik dari pekerjaan
g.      Kondisi kerja
h.      Aspek sosial dalam pekerjaan
i.        Komunikasi
j.        Fasilitas
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan seorang karyawan secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan kepuasan kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat dikatakan bahwa tidak ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang mengikat dari padanya.

2.6  Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja
Beberapa cara untuk meningkatkan kepuasan kerja adalah :
a.    Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja, hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul.
b.   Prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai, prestasi kerja yang baik akan mengakibatkan pemerolehan penghargaan lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja pegawai akan meningkat karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja mereka.

2.7  Cara Mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja
Beberapa cara untuk mengungkapkan ketidakpuasan kerja adalah :
a.    Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.
b.   Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
c.    Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
d.   Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
e.    Kesehatan. Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif.

2.8  Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Beberapa dampak dari kepuasan kerja adalah :
a.       Produktifitas dari karyawan akan semakin meningkat
b.      Hubungan interpersonal dan intrapersonal karyawan meningkat
c.       Mampu untuk memenuhi tuntutan dunia kerjanya.
Beberapa dampak dari ketidak puasan kerja :
a.       Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004).

b.      Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

BAB 3
SIMPULAN
Kepuasan kerja merupakan keadaan internal pekerja mengenai rasa suka (sikap positif) atau tidak suka (sikap negatif) pada sebagian atau seluruh aspek pekerjaan. Aspek pekerjaan tersebut antara lain adalah aktivitas, kemandirian, variasi, nilai-nilai moral, pelayanan sosial, pemanfaatan kemampuan, kemahiran, tanggung jawab, kreativitas, pengakuan, prestasi, status sosial, hubungan dengan atasan, kemampuan teknik  atasan, keamanan, otoritas, kebijaksanaan perusahaan, kompensasi, kondisi kerja, dan rekan kerja. Kepuasan kerja masing-masing orang adalah berbeda, tergantung pada individu itu sendiri, namun pada dasarnya kepuasan kerja bisa terjadi jika kemampuan dan apa yang dilakukan oleh individu sesuai dengan tuntutan kerjanya.
Empat teori utama yang menjadikan kepuasan kerja sebagai fokus utamanya, antara lain adalah Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg Two Factor Theory), Teori Faset (Facet Theory, Teori Proses Informasi Sosial (The Social Information Process Theory) dan Teori Proses Berlawanan dari Landy (Landy’s Opponent Process Theory).
Locke dalam Dunnette (1983) membagi tujuh dimensi kerja yang merupakan pengembangan Locke sebelumnya dan mempunyai kontribusi terhadap kepuasan kerja, yaitu:a) Pekerjaan, termasuk minat intrinsik, variasi tugas, kesempatan belajar, kesulitan kerja, jumlah kerja, kesempatan untuk berhasil, kontrol terhadap langkah-langkah pekerjaan dan metode pekerjaan. b) Pembayaran, termasuk jumlah pembayaran, keadilan pembayaran, serta cara pembayarannya. c) Promosi termasuk keadilan mendapatkan promosi dan kesempatan mendapat promosi. d) Pengakuan termasuk penghargaan terhadap prestasi, kepercayaan atas tugas yang diberikan serta kritik atas tugas yang dikerjakan. e) Benefit termasuk memperoleh pensiun, mendapat kesehatan, adanya cuti tahunan dan adanya pembayaran pada saat liburan. f)  Kondisi kerja termasuk jam kerja, jam istirahat, peralatan kerja, temperatur di tempat kerja, ventilasi, kelembaban, lokasi serta tata ruang kerja. g) Supervisi termasuk gaya dan pengaruh supervisi, hubungan manusia dan keterampilan administratif. h) Rekan kerja termasuk kompetensi, saling membantu, dan keramahan antar rekan kerja. i) Perusahaan dan manajemen termasuk kebijakan akan perhatian terhadap pekerja baik untuk pembayaran ataupun benefit-benefit.
Tiga instrumen kepuasan kerja yang sering dipakai antara lain: The Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ), Job Description Indek (JDI) dan The Job Diagnostic Survey (JDS). Ghiselli dan Brown mengemukakan adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: Kedudukan (posisi), Pangkat (golongan), Umur, Jaminan finansial dan jaminan sosial, Mutu pengawasan. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja dapat dilihat dari produktivitas yang tinggi dan prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai. Cara Mengungkapkan Ketidakpuasan kerja meliputi Keluar (Exit), Menyuarakan (Voice), Mengabaikan (Neglect), Kesetiaan (Loyalty) dan Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Gunadarma. 2009. Teori-teori Kepuasan Kerja.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/teori-teori-kepuasan-kerja-2/. Diakses tanggal 15 Oktober 2012 pukul 18:30 WIB.

Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: BPFE .

Kreitner, Robert & Kinicki., Anggelo. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama.

Psikologizone. 2011.  Teori Herzberg dan Kepuasan Kerja. http://www.psikologizone.com/teori-herzberg-dan-kepuasan-kerja-karyawan. Diakses tanggal 15 Oktober pukul 18 :35 WIB.